1. Sumber-Sumber Ajaran Islam Primer
1. AL-QUR’AN
Secara etimologi Alquran berasal
dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti
mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan
secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan
kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam,
diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut
para ulama klasik, Alquran sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama
yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampai- kan
oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi
sediki selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di Madinah.
Al-Qur’an menyajikan tingkat tertinggi dari segi kehidupan manusia. Sangat
mengaggumkan bukan saja bagi orang mukmin, melainkan juga bagi orang-orang
kafir. Al-Qur’an pertama kali diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan (Nuzulul
Qur’an). Wahyu yang perta kali turun tersebut adalah Surat Alaq, ayat 1-5.
Al-Qur’an memiliki beberapa nama lain, antara lain adalah Al-Qur’an (QS.
Al-Isra: 9), Al-Kitab (QS. Al-Baqoroh: 1-2), Al-Furqon (QS. Al-Furqon: 1), At-Tanzil
(QS. As-Syu’ara: 192), Adz-Dzikir (QS. Al-Hijr: 1-9).
Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun itu dapat
dibedakan antara ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal
di Mekah (sebelum hijrah) dengan ayat yang turun setelah Nabi Muhammad hijrah
(pindah) ke Madinah. Ayat-ayat yang tutun ketika Nabi Muhammad masih berdiam di
Mekkah di sebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi
Muhammad pindah ke Medinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah
FUNGSI AL-QUR’AN
1. Sebagai pedoman hidup.
2. Sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab Allah swt. yang terdahulu.
3. Sebagai sarana peribadatan.
Ciri-cirinya adalah :
1.
Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek,
merupakan 19/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat.
Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada umumnya panjang-panjang, merupakan 11/30
dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 28 surat, 1456 ayat.
2.
Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa
ayyuhannaas (hai manusia) sedang ayat–ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata
yaa ayyuhallaziina aamanu (hai orang-orang yang beriman).
3.
Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid
yakni keyakinan pada Kemaha Esaan Allah, hari Kiamat, akhlak dan kisah-kisah
umat manusia di masa lalu, sedang ayat-ayat Madaniya memuat soal-soal hukum,
keadilan, masyarakat dan sebagainya.
.
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
1.
Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh
manusia. Petunjuk akidah ini berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan
kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan serta pembalasan
kelak.
2.
Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus
diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi
kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.
3.
Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk
yang harus diindahkan leh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual
maupun kehidupan sosial.
4.
Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai
contoh kisah kaum Saba yang tidak mensyukuri karunia yang diberikan Allah,
sehingga Allah menghukum mereka dengan mendatangkan banjir besar serta
mengganti kebun yang rusak itu dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon
yang berbuah pahit rasanya.
5.
Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman
kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat
dimulai dengan peniupan sangkakala (terompet) oleh malaikat Israil. “ Apabila
sangkakala pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu
keduanya dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan
terbelahlah langit...”. (Qs al-Haqqah (69) : 13-16.
6.
Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7.
Hukum yang berlaku bagi alam semesta.
Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda
Rasullullah, antara lain:
- Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya
- Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
- Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
- Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
- Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai
berikut:
1.
Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang
mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan
dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
2.
Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara
lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama
manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin
dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya
disebut Ilmu Fikih.
3.
Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan
perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau
makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.
Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yakni:
1. Hukum
ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya
salat, puasa, zakat, dan haji
2. Hukum
muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam
sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
· Hukum
munakahat (pernikahan).
· Hukum faraid
(waris).
· Hukum
jinayat (pidana).
· Hukum hudud
(hukuman).
· Hukum
jual-beli dan perjanjian.
· Hukum tata Negara/kepemerintahan
· Hukum
makanan dan penyembelihan.
· Hukum
aqdiyah (pengadilan).
· Hukum jihad
(peperangan).
· Hukum
dauliyah (antarbangsa).
Fungsi Al-Qur’an antara lain adalah:
- Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)
- Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
- Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92; 10: 37; 35: 31; 46: 1; 12: 30)
- Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)
- Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
- Sebagai pemberi kabar gembira
- Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
- Sebagai peringatan
- Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)
- Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)
- Sebagai pelajaran
2.
HADIST
Etimologi = jalan / tradisi, kebiasaan, adat istiadat, dapat
juga berarti undang-undang yang berlaku.
Terminologi = berita / kabar, segala perbuatan, perkataan dan
takrir ( keizinan / pernyataan ) Nabi Muhammad saw.
Al-Hadis adalah sumber kedua agama
dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai
peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup
umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan
dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan.
Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan
ajaran Islam, yakni sebagai berikut :
1.
Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam
al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai
tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.
2.
Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran
Allah memerintah- kan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci
tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat.
Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara,
rukun dan syarat mendirikan shalat.
3.
Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada
atau samar-samar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi
mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam
larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat
hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya
hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama
Islam.
Macam-macam As-Sunnah:
- Ditinjau dari bentuknya
1. Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
2. Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
3 Sunnah taqririyah, yaitu penetapan
dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain
4. Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan
dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan
- Ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya
1. Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak
2. Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai
(jumlahnya) kepada derajat mutawir
3. Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
- Ditinjau dari kualitasnya
1. Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah
2. Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari
segi hafalan pembawaannya yang kurang baik.
3. Dhaif, yaitu hadits yang lemah
4. Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.
- Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
1. Maqbul, yang diterima.
2. Mardud, yang ditolak.
Ø Apabila
as-Sunnah / Hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin
akan mengalami kesulitan-kesulitan seperti :
1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain
sebagainya, karena ayat al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara
global dan umum, sedangkan yang menjelaskan secara rinci adalah as-Sunnah /
Hadits.
2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari penafsiran yang
subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara rinci dalam
Sunnahnya, sedangkan mengikuti pola hidup Nabi adalah perintah al-Qur’an.
4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya
peraturan-peraturan yang diterangkan oleh as-Sunnah / Hadits yang tidak ada
dalam al-Qur’an seperti kebolehan memakan bangkai ikan dan belalang, sedangkan
dalam al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.
HUBUNGAN AS-SUNNAH DENGAN AL-QUR’AN
1. Sebagai Bayan ( menerangkan ayat-ayat yang sangat umum).
2. Sebagai Taqrir ( memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an ).
3. Sebagai Bayan Tawdih ( menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ).
PERBEDAAN AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH / HADITS SEBAGAI
SUMBER HUKUM
Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun
diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara
lain sebagai berikut :
1. – Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya.
– As-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.
2. – Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup.
– Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada
Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif .
3. – Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya.
– As-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.
4. – Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau
hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya.
– Apabila as-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal
yang ghaib, maka setiap muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti halnya
mengimani al-Qur’an.
5. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka :
– Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada
keyakinan yang kuat, sedangkan;
– Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas
keragu-raguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan berarti ragu kepada
Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal dari Nabi atau tidak
karena adanya proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan
jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan terhadap al-Qur’an.
2. Sumber-Sumber Ajaran Islam Sekunder
IJTIHAD
Etimologi = mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha
bersungguh-sungguh, bekerja semaksimal munggkin.
Terminologi = usaha yang sungguh-sungguh oleh seseorang ulama
yang memiliki syarat-syarat tertentu, untuk merumuskan kepastian hukum tentang
sesuatu ( beberapa ) perkara tertentu yang belum ditetapkan hukumnya secara
explisit di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Ijtihad berasal dari kata ijtihada
yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin.
Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk
mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist.
Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist.
Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat
di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan
akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam,
yaitu
1.
Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju,
atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli
ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang
hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa,
yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat.
2.
Qiyas,yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan
menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya
untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok
masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat
23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak
diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul
karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
3.
Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu
Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta
yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula
menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya,
menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum
ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah
(kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system
pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
4.
Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti
kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu
dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist
tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran.
Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
5.
Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup
jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah
menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya
larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk
tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang
tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
6.
Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah
ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan
hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu
atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan
sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah
bila tidak berwudhu.
7.
Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan
terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah
dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang
yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi
bersama antara penjual dan pembeli.
- Ra’yu Yang Dilaksanakan Dengan Ijtihad
Menurut Mahmud Syaltut, Ijtihad atau al-Ra’yu mencakup 2 pengertian, yaitu
:
1. Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan
secara eksplisit oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil
kesimpulan dari suatu ayat atau Hadits.
Dasar melaksanakan Ijtihad adalah al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 48!
48. dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.
untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan jalan yang
terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan
itu,
[421] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya
ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.
- LAPANGAN IJTIHAD
Secara ringkas, lapangan Ijtihad dapat dibagi menjadi 3 perkara, yaitu :
1. Perkara yang sama sekali tidak ada nashnya di dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah.
2. Perkara yang ada nashnya, tetapi tidak Qath’i ( mutlak ) wurud ( sampai
/ muncul ) dan dhalala ( kesesatan ) nya.
3. Perkara hukum yang baru tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
- KEDUDUKAN IJTIHAD
Berbeda dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, Ijtihad sebagai sumber hukum Islam
yang ketiga terikat dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Yang ditetapkan oleh Ijtihad tidak melahirkan
keputusan yang absolut, sebab Ijtihad merupakan aktivitas akal pikiran manusia
yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif, maka keputusan
Ijtihad pun relatif.
2.
Keputusan yang diterapkan oleh Ijtihad mungkin berlaku
bagi seseorang, tetapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa /
tempat, tetapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
3.
Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan
al-Qur’an dan as-Sunnah.
4.
Berijtihad mempertimbangkan faktor motivasi,
kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan
jiwa ajaran Islam.
5.
Ijtihad tidak berlaku dalam urusan Ibadah Makhdah.
Kesimpulan
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi
setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama
dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau
kelompok masyarakat.
Sumber ajaran agama islam terdiri dari sumber ajaran islam primer dan
sekunder. Sumber ajaran agama islam primer terdiri dari al-qur’an dan as-sunnah
(hadist), sedangkan sumber ajaran agama islam sekunder adalah ijtihad.
Saran
Sebelum kita mempelajari agama islam lebih jauh, terlebih dahulu kita harus
mempelajari sumber-sumber ajaran agama islam agar agama islam yang kita pelajri
sesuia dengan al-qur’an dan tuntunan nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam
as-sunnah (hadist).
Sumber:
Sumber:
1. ”Ijtihad,” www.wikipedia.com
2. http\www.hikmatun.wordpress.com\pengertian al-qur’an
3. https://arfahpallaka.wordpress.com/agama/sumber-sumber-ajaran-islam/